Karya Wisata Lokal - Strategi Pembelajaran Merdeka Belajar
Bagaimana ekspresi dan antusias peserta didik seandainya mereka mendengar diajak study tour gratis?
Apalagi study tour-nya ke Pulau Dewata Bali. Tujuan belajarnya adalah mempelajari bagaimana anak-anak di kampung yang sudah bisa pandai Bahasa Inggris.
Behh... Saya yakin, bakal seru sekali kelas saat itu. Kebayangkan begitu riuhnya sambutan mereka?
Walaupun tanggal keberangkatan masih lama, perasaan mereka pasti akan begitu riang gembira. Saya yakin mereka akan merasa tidak sabar lagi agar segera tiba waktunya study tour ☺.
Pernah menggalami seperti itu?
Jadi point yang bisa dipetik dari peristiwa tersebut adalah belajar sambil traveling atau beriwisata itu merupakan cara belajar paling menyenangkan. Betul?
Sayangnya banyak aktivitas belajar kita, tidak memanfaatkan prinsip ini. Rata-rata kita hanya terfokus pada satu tempat, yaitu ruangan kelas.
Di situ belajar, di situ meneliti, di situ praktek, bahkan sumber belajar pun di situ-situ juga.
Jadi bagaimana jika materi pelajaran yang harus menuntut di luar kelas? Apakah kita tetap hanya memberikan contoh soal dan materi di buku saja?
Oh tidak.. Tidak..
Belajar seperti itu terlalu sempit. Jangan biarkan pikiran mereka juga menjadi sempit.
Kelas belajar begitu sangat luas. Bukan hanya di dalam kelas.
Namun tidak mesti juga belajar di luar kelas harus dengan study tour seperti yang saya utarakan di atas tadi. Ada jalan lain belajar sambil traveling, tanpa harus dengan study tour ke tempat yang sangat jauh.
Karya wisata lokal salah satunya.
Strategi mengajar ini mengajak peserta didik belajar di luar kelas dengan tempat tujuan daerah sekitar sekolah.
Cara belajar seperti ini membuat peserta didik menjadi merdeka belajar. Artinya, mereka bisa lebih merasakan belajar yang fun, dan tidak terikat dengan ruang kelas.
Mereka juga bisa menetapkan tujuan belajar, dan menciptakan pembelajaran yang lebih aktif.
Berikut ini kisah saya melakukan karya wisata lokal ke Menara Suar Gunung Belingkar yang letaknya tidak jauh dari sekolah kami.
Suatu waktu ketika pelajaran Bahasa Indonesia, saya disajikan dengan Kompetensi Dasar : Menanggapi penjelasan narasumber (petani, pedagang, nelayan, karyawan, dll) dengan memperhatikan santun berbahasa.
Kesalahan saya mengajar materi ini tahun lalu, saya hanya memberikan kasus. Kemudian memberikan contoh kalimat tanggapan untuk menanggapi kasus tersebut.
Lalu saya sadari, "menanggapi" itu mestinya juga belajar melibatkan ekspresi, sikap dan languange. Bukan hanya memaparkan tanggapan melalui tulisan kalimat.
Oleh karena itu, kesempatan kali ini saya merasa tertantang membuat materi tersebut menjadi asyik dan menyenangkan. Pembelajaran yang tidak hanya menyajikan teori, tetapi pembelajaran yang membuat peserta didik betul-betul terlibat.
Dalam pengembangan KD tersebut, saya sandingkan dengan materi wawancara dengan narasumber. Nah menurut saya hal ini cocok dan berkaitan. Kemudian saya pikir strategi yang cocok untuk ini adalah karya wisata.
Dengan strategi ini saya percaya pembelajaran akan terasa lebih menyenangkan dan membuat mereka merdeka belajar.
Namun menjalankan metode ini ternyata lumayan perlu persiapan. Terutama adalah mencari lokasi atau narasumber yang tepat.
Kriteria yang saya tetapkan untuk narasumber dan lokasinya adalah : mudah ditemui, berpengalaman, dan cukup dekat dari sekolah.
Kami memutuskan, lokasi serta narasumber yang akan menjadi tujuan kami adalah penjaga Menara Suar Belingkar. Penjaganya sebut saja Pak Ihay yang sudah bertugas sangat lama sebagai penjaga di menara suar.
Kebetulan sekolah kami juga di atas gunung, berdekatan dengan lokasi menara suar tersebut.
Para peserta didik begitu antusias menyambut rencana saya akan membawa mereka jalan-jalan ke sana.
Bertubi-tubi pertanyaan dilontarkan mereka, mulai dari kapan ke sana, apa saja yang dipersiapkan dan sebagainya.
Kebayang yah antusias mereka? ☺
Belajar di luar ruangan kelas, jalan-jalan menikmati keindahan alam, bertemu hal baru, memang benar-benar membuat siapa pun senang. Mereka seperi merasakan merdeka belajar.
Namun ada kelebihan bukan berarti tidak ada kekurangan.
Pengalaman saya yang telah lalu, belajar di luar ruangan membuat peserta didik terlalu bersemangat, sehingga lupa tujuan utamanya belajar.
Fokus mereka jadi tertambat pada senengnya jalan-jalan dan bermain. Akhirnya ada beberapa peserta didik yang lost control.
Yang saya takutkan adalah jika peserta didik kembali tidak bisa dikontrol. Mereka lari ke sana kemari ketika dilokasi.
Bagaimna nanti jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan? Misalnya jatuh, atau naik-naik menara suar dan lain-lain?
Mungkin ini pula yang menjadi pertimbangan guru-guru, sehingga malas ngajak anak-anak belajar di luar ruangan.
Oleh karena itu saya siapkan antisipasinya dahulu, yaitu mem-briefing mereka sebelum berangkat. Intinya mengajukan komitmen agar mereka selalu :
- Menjaga kesopanan di jalan menuju dan pulang dari lokasi.
- Menjaga sikap perilaku.
- Menghindari melakukan kegiatan yang membahayakan, seperti memanjat menara suar, naik pohon kelapa, berlari-larian dan lain-lain.
Briefing tersebut berpengaruh cukup besar. Selama di perjalanan dan ketika di lokasi, mereka lebih tertib dan bisa dikontrol.
Namun permasalahan tidak sampai di situ, karena setiba di lokasi, Pak Ihay tidak berada di tempat saat itu.
Kami lihat sekitar dan menunggu beberapa menit, namun Pak Ihay juga tidak kelihatan batang hidungnya.
Rasanya jadi bingung mau ngapain.
Untunglah ada satu siswi saya yang pandai bercerita. Kebetulan dia sudah sering mengikuti lomba bercerita tingkat kabupaten.
Saya minta ceritakan cerita rakyat "Datu Mabrur". Yaitu cerita rakyat dari tempat asal kami. Kisah tersebut menceritakan asal mula terjadinya pulau, yang saat ini menjadi tempat tinggal kami yaitu Pulau Kotabaru atau disebut juga Pulau Laut.
Kami duduk santai di bawah rindangnya pohon, ditemani sepoi-sepoi angin laut yang sejuk. Kemudian disi oleh cerita dongeng yang dibawakan dengan khasnya anak-anak.
Di sisi depan terhampar paparan selat laut dan bentangan pulau. Semakin menambah indahnya pengalaman belajar kami saat itu.
Hal tersebut menjadi pengobat sesal kami tidak bertemu dengam Pak Ihay pagi itu.
Sambil siswi saya tersebut bercerita, beberapa kali saya lontarkan pertanyaan untuk mengaitkan dengan nama pulau, nama laut tempat kami tinggal dengan isi cerita tersebut. Seru dah jadinya.
Detik berganti menit, menit berganti jam. Hampir putus asa tidak ketemu dengan Pak Ihay. Kalau saya ajak peserta didik pulang, berarti betul-betul gagal rencana kami hari itu.
Namun ketika asa ini hampir sirna, tidak disangka Pak Ihay penjaga menara suar tiba.
Langsung saja kami tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.
Namun permasalahan seperti tidak malas-malasnya berhenti. Ada kecanggungan saat itu antara peserta didik dengan Pak Ihay.
Peserta didik belum terbiasa cara bertanya yang baik. Karena mereka bertanya seperti seorang polisi yang mengintrogasi. ☺
Untunglah saya bisa mencairkan suasana antara peserta didik dan Pak Ihay.
Saya coba mencotohkan bagaimana bertanya dan menanggapi setiap jawaban Pak Ihay. Selain itu, bagaimana mestinya mimik wajah, nada suara saat wawancara.
Sedikit-demi sedikit peserta mulai hilang canggungnya. Beberapa dari mereka bisa menunjukkan ekspresi dan sikap yang sopan serta melontarkan pertanyaan yang berbobot kepada Pa Ihay.
Hari itu begitu terlihat kesenangan mereka. Bahkan yang membuat saya sangat senang adalah beberapa murid saya yang pendiam di kelas, terlihat antusias dan tertarik untuk bertanya.
Setelah cukup pertanyaan yang dilontarkan, kami akhiri dengan sesi foto-foto.
Sungguh banyak pengalaman yang kami dapat saat itu.
Bahkan banyak pengetahuan yang baru kami tahu, diantaranya :
- Ternyata sebutan yang benar adalah menara suar bukan mercusuar. Mercusuar adalah istilah pada zaman Belanda.
- Menara suar di tempat kami adalah tertinggi kedua diantara 12 menara suar di Kalsel.
- Selain itu kami juga mengetahui ternyata nama gunung tempat menara suar tersebut adalah Gunung Belingkar. Sedangkan selama ini kami menyebutnya Gunung Lampu. ☺
Kesimpulan
Jika suatu saat Anda juga tertarik melakukan karya wisata lokal, saya sarankan melakukan persiapan matang lebih dahulu.
Persiapan yang matang, dapat lebih fokus pada tujuan pembelajaran saat di lokasi wisata.
Selain itu juga meminimalisir terjadinya miss konsepsi belajar dan terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan.
Persiapan yang bisa dilakukan adalah :
1. Beri pemahaman materi yang akan menjadi tujuan belajar
Seperti konteks diatas, sebelumnya saya ajarkan dulu :
- Cara memberi tanggapan.
- Cara membuat pertanyaan.
- Menugaskan membuat pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber.
2. Brifieng
- Menjelaskan rute, tujuan, dan apa yang akan dilakukan saat di lokasi tujuan sampai dengan kembali lagi ke sekolah.
- Menjelaskan apa saja yang perlu dibawa
- Menjelaskan apa saja bahaya yang perlu dihindari
3. Buat rencana cadangan
Tidak kalah penting, buatlah rencana cadangan. Karena terkadang ada hal yang tak terduga di luar rencana. Jadi dengan adanya rencana cadangan, Anda akan lebih sigap jika rencana tidak sesuai harapan. Seperti kasus di atas, kami hampir tidak bertemu dengan narasumber kami.
Penutup
Demikian cerita kami ketika melakukan karya wisata lokal. Jadi jagan ragu untuk melakukan pembelajaran di luar kelas. Karena tanpa kita sadari ternyata banyak tempat yang bisa kita eksplore sebagai wadah pembelajaran.
Sebelum saya akhiri mohon kritik, saran dan masukan mengenai tulisan saya di postingan ini. Karena saya sadar, saya bukanlah manusia yang sempurna.
Saya hanya seorang yang ingin menuangkan tulisan bermanfaat melalui postingan ini. Mohon maaf kiranya jika ada salah dan khilaf dalam setiap penulisan postingan saya. (Sumber gambar - foto pribadi)