Cara Mengatasi Peserta Didik yang Tidak Mandiri Bag#1: Anak TerlaluDilayani Ibu
Sebagaimana Anda ketahui, mandiri adalah suatu kondisi dimana seseorang anak melakukan aktivitasnya tidak bergantung kepada orang lain.
Namun beda halnya yang dialami salah satu siswi saya di kelas 5 saat ini. Katakan saja nama siswi tersebut "si A".
Awal mulanya saya mulai menyadari ketika bagi rapot satu minggu yang lalu.
Si A begitu menangis sejadi-jadinya ketika mengetahui rangkingnya menurun. Padahal saat itu masih di dalam kelas, saya baru mengumumkan peringkat, dan rapot pun belum saya bagi.
Memang dia anak yang pintar. Sejak kelas 1 sampai kelas 4 tahun kemarin selalu mendapat peringkat 1. Namun berbeda saat di semester pertama kelas 5 tahun ini, dia mendapat peringkat 3.
Baik, saya tidak membahas rangkingnya.
Namun, saya akan bahas kejadian yang menurut saya "berlebihan" yang tidak pernah saya temui selama 9 tahun mengajar. Kejadian ini cukup membuat saya banyak berfikir.
Saya masih ingat hari itu, saking dia merasa terpukulnya, dia tidak mau keluar dari kelas. Padahal semua temannya sudah pergi meninggalkan kelas.
Bahkan saya sendiri dan ibunya mengajak, tetap tak bergeming, justru menangis begitu menjadi.
Saya sampai ngajak ibunya untuk meninggalkan ruangan. "Biarkan saja dulu dia, dia masih dalam proses menerima keadaan Bu", kata saya coba menenangkan hati si Ibu.
Ibunya pun menurut.
Hanya hitungan detik sang anak pun tanpa terpaksa langsung keluar kelas menghampiri ibunya untuk ikut pulang.
Namun tidak sampai di situ..
Perilaku yang "berlebihan" tersebut berlanjut di rumah. Saya ketahui dari ibunya, beliau mengirim pesan lewat WA. "Si A tidak mau keluar kamar Pak, seharian gak mau makan", ungkap ibunya.
Fakta terungkap
Kejadian ini begitu membuat saya berpikir, bahkan saat liburan selama satu minggu ini.
Saya ingat-ingat lagi, dan saya sadari ternyata sewaktu nerima rapot hari itu, ada ibunya ikut masuk ke kelas menunggu.
Waktu itu saya bolehkan masuk, karena saya nganggap, yah gak papalah, mungkin karena ibunya perhatian.
Setelah kejadian tersebut, muncul pertanyaan di kepala saya. Ada apa dengan anak dan ibu ini?
Hari ini, hari pertama masuk sekolah semester 2
Saya panggil sang ibu. Saya coba gali.
Insting saya begitu saja muncul, memberi pertanyaan jebakan yang sebenarnya ingin mengorek bagaimana sebenarnya si A ini di rumah.
"Anak ibu kalau di rumah buku pelajarannya ibu yang susun?"
"Bajunya ibu yang siapkan?"
"Makannya ibu yang siapkan?"
"Tasnya ibu yang siapkan?"
"Jadwal pelajarannya ibu yang siapkan?"
Demikian pertanyaan-pertanyaan tersebut bertubi-tubi saya lancarkan, strategi saya agar si ibu gak banyak kesempatan berpikir, sehingga kejujuran si Ibu saya harapkan.
Ternyata jawaban semua pertanyaan tersebut dalah "ya"..
Bener dugaan saya. Kok saya baru nyadar ya..
Ternyata anak tersebut di rumah adalah anak yang begitu tergantung sama ibunya.
Pantas, anak ini suka "bertanya". Maksudnya bertanya yang tidak perlu dipertanyakan. Padahal dia anak yang pinter.
Bahkan suka mengadu jika ada temannya mengganggu. Padahal dia ketua kelas. Namun saya hanya berpikir, wajarlah anak-anak.
Yang buat saya makin kaget adalah pernyataan ibunya yang ini, "Bukan hanya itu Pak, kalau di rumah si A ini makan, air minum yang ada di sampinya saja minta ambilkan saya..".
Wah ini manja namanya..
Saya semakin ingin menyelami dan mencari tahu lebih dalam.
Fakta berikutnya yang saya dapat, ternyata sang ayah sangat melarang ibunya memarahi sang anak. Anak ini terlalu disayangi. Pkoknya semuanya dituruti.
Saran saya ke sang Ibu
Berdasarkan permasalahan di atas, saya berikan beberapa masukan kepada sang Ibu.
1. Saya sampaikan bahwa anak ibu tidak perlu diawasi
Anak ibu tidak akan mandiri jika selalu diawasi. Apalagi sebentar-sebentar ibu masuk ke kelas menemui dia.
Apalagi saat ini si A sudah kelas 5.
Seperti hari pertama di semester 2 ini. Kami pindah kelas karena kelas yang lama sedang direnovasi. Ketika nyusun meja, si Ibu juga ikut masuk ke kelas.
Saya sampaikan juga, "Ibu ingat sewaktu bagi rapot? Kenapa anak ibu menangis?"
Itu karena ada ibu di ruang kelas. Sehingga si A merasa seperti ketergantungan dengan keberadaan ibu.
Pikir saya, kejadian tersebut seperti anak-anak minta belikan permen. Ketika permennya mau dimakan, ternyata jatuh. Lalu nangis ngadu sama orang tuanya.
Oleh karena itu, penting menghilangkan kebiasaan ini. Kurangi si A melihat keberadaan ibu di sekitar sekolah.
Mulai besok anak ibu tidak perlu ditunggu. Biarkan di mandiri di sekolah.
2. Bepurun
Bepurun ini merupakan bahasa daerah saya, yang artinya tega. Tega dalam artian tujuan baik.
Misalnya ibu jangan lagi yang susunkan jadwal pelajaran.
"Lah nanti ada buku ketinggalan?", Kata sang Ibu.
"Biarkan saja ibu, itu proses dia nanti belajar. Masalah di sekolah saya yang nangani. Jika ibu selalu melayani kapan anak ibu bisa mandiri?" saya terangkan.
Kesimpulan
- Anak yang suka bertanya yang tidak perlu dipertanyakan, ada indikasi anak tersebut tidak mandiri. Karena menurut saya, secara psikologis dia ketergantungan dengan seseorang.
- Anak tidak mandiri sulit menerima keadaan yang kurang menyenangkan yang menimpa dirinya. Istilah zaman now, sulit move on.
- Anak di sekolah kurang baik ditunggu orang tua, sedikit banyaknya mempengaruhi kemandirian anak.
Berikut rangkuman solusi di atas:
- Komunikasikan dengan orang tua.
- Beri batasan bertemu antara peserta didik dengan orang tua di sekolah.
- Jika sudah terlanjur anak tidak mandiri, arahkan orang tua mulai dari hal yang sederhana memandirikan anak, seperti menyusun buku sendiri, memakai baju sendiri, dan lain-lain.
- Jika anak menemui masalah, seperti nangis-nangis ketika dia menghadapi sesuatu yang kurang menyenangkan, jalan terakhir bisa mengambil langkah membiarkan dia sendiri.
Demikian cara menangani anak tidak mandiri yang terlalu dilayani ibu. Apakah cara tersebut sudah benar?
Jika ada cara lain selain cara di atas, mohon kiranya bapak/ibu memberikan masukan melalui kolom komentar di bawah.