System

Kesalahan Saya dan Beberapa Orang Ketika Menjadi Guru PNS

Taufik Junaidie Taufik Junaidie 3 min read

Menjadi PNS adalah impian setiap orang yang bekerja di pemerintahan. Begitu pula bagi saya ketika masih menjadi tenaga honor mengajar.

Dahulu tuh, ngelihat PNS itu rasa nya ngiller.

Bayangkan saja,

  • Gajih perbulan jutaan sedangkan saya ratus ribuan.
  • Dapat tunjangan juga jutaan, lah saya tunjangan hanya hayalan. 😱
  • Bisa minjam uang ratusan juta di bank buat bangun rumah, dan lain-lain. Kalau saya, hanya bisa nabung di bank, #miris hihi... 😩

Sehingga mindset saya saat itu, PNS = mudah dapat uang cepat. Karena gajih besar, bisa juga pinjam di bank.

Singkat cerita, Alhamdulillah saya diangkat menjadi PNS tahun 2011, melalui tes. Namun kebahagiaan lulus PNS saat itu melalaikan ku tergiur pinjaman bank.

Hal tersebut karena mindset saya memang tersetting sudah lama, ditambah pengaruh kawan-kawan sesama PNS. 99 % teman saya PNS, SK nya sudah tergadai semua. Hal ini menjadi influencer bagi saya.

Padahal saya sudah sekuat tenaga berusaha tidak tercebur dalam dunia hutang. Maklum saya memang diajarkan oleh orang tua saya sejak kecil agar mehindari hutang. Apalagi minjam ke orang yang menggandakan hutang (rentenir), No!

Tapi yah gitu deh, bandel.. Sudah tau minjem di bank itu termasuk riba, tetep saja pengen nyoba. Sebenarnya saya sadar, namun tetap tutup mata tutup telinga. Karena saya lebih tergiur pengen dapat uang cepat, bunga lebih rendah, buat beli tanah, bangun rumah, usaha, dan lain-lain.

Di awal-awal saya seperti mengimpikan sesuatu yang indah, tetapi ternyata perjalanannya membuat hidup resah.

Setelah saya ngutang di bank bukan membuat sukses dan kaya, namun semakin melarat, karena utang menjerat.

Bahkan utang tidak hanya di bank, nambah sama orang tua, temen, saudara, Mandala, Kredit Plus. Diri ini rasa orang hina, malu pinjam tapi sangat sulit ngembalikan.

Sekuat tenaga nabung uang, menguap entah kemana. Macam-macam cara Allah mengambilnya, pernah kehilangan uang/ emas, bayar utang, anak sakit dan lain-lain.

Hal ini membuat saya intropeksi diri.

Suatu waktu saya tersadarkan setelah membaca membaca tulisannya mas Sapuari Sugiharto tentang ngerinya riba.

Ternyata riba itu dosanya sangat besar dan berat. Seperti yang dijelaskan Ibnu Majah, Al-Hakim dan Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda,

“Riba ada 73 pintu. Yang paling ringan adalah seperti orang yang berzina dengan ibu kandungnya.” (Sunan Ibnu Majah, 2275, Al-Mustadrak, 2/37 dan Syu’abul Iman, 5519)

’Nauzubillah min dzalik! Jika ini yang paling ringan, bagaimana dengan yang paling berat?

Kemudian saya ditampar lagi dengan hadis berikut. Semakin sadar bahwa dosa riba itu bukan hanya pelakunya, yang minjemnya seperti saya juga terkena.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598).

#Jelbbb... 😭. Saya nangis dan nyesal sejadi-jadinya ketika sendiri menghadap Robbi.

Tidak sampai di situ. Abu Said Al-KhudriRadiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,

“Ketika melaksanakan perjalanan Isra’ aku bertemu dengan orang-orang yang perutnya ada di hadapan mereka. Masing-masing perutnya sebesar rumah yang besar. Perut mereka membuat tubuh mereka miring dan tidak bisa bergerak. Setiap kali hendak berdiri mereka dipaksa miring oleh perut mereka sendiri. Lalu aku bertanya, ‘Siapakah mereka itu, Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah para pemakan harta riba. Mereka tidak dapat berdiri melainkan seperti orang yang senpoyongan karena kerasukan setan.’

Pantas saja hidup saya selama ini resah gelisah, rejeki tersa sempit. Bagaimana tidak, Allah sudah berjanji dalam firmannya di surat al-Baqarah ayat 276 memusnahkan riba.

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”.

Nah inilah yang saya maksud kesalahan besar ketika saya dan orang yang menjadi PNS, yaitu memakan riba.

Sayangnya PNS di negara kita 90% SK nya tergadai di bank. Lah gimana berkah kerja pegawai kita di negara kita?

Saya yakin bukan saya saja yang merasakan. Sudah banyak bukti, dan Saya yakin siapa pun juga begitu.

Perhatikan saja, orang-orang yang ngutang di bank, hidupnya gak tenang. Seandainya dia sukses pun, mungkin hanya sementara di awal, lihat endingnya. Atau bisa jadi istidrat.

***

Alhamdulillah saya sudah sadar akan ngerinya riba, dan taubat nasuha.

Saya tidak lagi berhubungan dengan riba, baik pinjem di bank, pinjam uang atau kredit barang seperti di Kredit Plus/ Adira dan sejenisnya, MLM, kredit barang yang harganya beda dengan bayar cash (kalau dikredit harganya nambah), atau jenis apa pun jenis dan bentuknya riba.

Saat ini saya berjuang, semoga bisa terlepas 100%. Meskipun masih belum kembali ke titik 0 sepenuhnya. Paling tidak sudah berusaha.

Alhamdulillah ternyata Allah bener-bener Maha Pengasih dan Maha penyayang, masih menyayangi saya. Jalan saya masih di permudah Allah.

Saat ini rejeki lebih lancar, sudah bisa menabung sedikit demi sedikit, hutang udah lunas kecuali di bank dan tanah, malah ngutangi orang sama keluarga, bisa beli perabot bayar cash...  Alhamdulillah... izin Allah..

Hal ini sesuai sekali dengan Firman Allah Subhana Wata'ala di Surat Al-Baqarah ayat 279.

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

Penutup

Demikian hikmah perjalan hidup saya ketika terjerat di kubangan lumpur riba. Semoga rekan-rekan yang masih terjerat utang riba segera diberi hidayah dan kembali ke titik nol. Amin ya robbal alamin.

Taufik Junaidie
Taufik Junaidie Kepala Sekolah, Finalis 5 besar SRB 2022, Certified Teacher, Google Certified Educator Lev. 2, Juara 1 Vidio Animasi se Kalsel, and Blogger
Komentar