System
Home  ›  Ngajar  ›  Tips

7 Langkah Menghadapi Orang Tua Murid Marah-Marah di Sekolah

Taufik Junaidie Taufik Junaidie 3 min read 2 komentar

Suatu waktu pihak sekolah pasti akan ngalami, orang tua murid yang datang ke sekolah dengan marah-marah.

Ini yang kami alami di sekolah kemarin. Namun, marahnya bukan ke pihak sekolah, melainkan ke salah satu anak didik kelas 5, sebut saja si Ayat.

Berdasarkan versi beliau, anak kelas 5 tersebut memukul anaknya hingga berdarah, saat jam sekolah dua hari yang lalu. Sebut saja namanya si Ani, sehingga dia trauma dan tidak mau ke sekolah.

Wah ribetkan jika sudah begini?

Jika anda pernah kesulitan nemui masalah serupa, anda tak perlu panik. Berikut 7 langkah untuk mengatasinya.

Note: langkah ini juga bisa diterapkan menghadapi orang tua murid marah-marah dengan permasalahan lain. Namun pada prinsipnya sama.

1. Ajak ke kantor dan duduk

Menyelesaikan permasalahan di TKP hanya akan memperburuk situasi.

Karena berbicara dengan orang marah sama saja nyiram api dengan bensin. Semakin dijelaskan, semakin gak masuk-masuk, gak nyambung-nyambung.

Jadi langkah pertama ini kita ajak dulu orang tua murid tersebut ke kantor dan usahakan beliau mau duduk.

Seperti kata nabi:

Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri, hendaknya ia duduk, kalau belum pergi amarahnya, hendaknya ia berbaring (Hadits shahih).

Pindah tempat tidak hanya di kantor, tapi bisa juga di ruangan lain. Yang penting ruangannya lebih tenang, tidak diganggu dan dikerumuni anak-anak lain.

2. Alihkan marah beliau sejenak

Meskipun orang tua murid sudah mau duduk, kita perlu langkah lanjutan mengalihkan emosinya dan membantu orang tua tersebut mengarahkan pikirian beliau masuk ke dalam logikanya.

Jadi kita mesti alihkan marah beliau sejenak.

Caranya perkenalkan diri kita terlebih dahulu. Kemudian minta perkenal kan juga diri beliau.

Sederhana saja sebenarnya, namun beberapa kali saya ngehadapi orang tua murid, cara ini lumayan work memengaruhi mereka. Kita bisa lebih  mengontrol mereka.

Dengan cara ini, ada proses berfikir di kepala bagi siapa pun yang sedang marah. Diharapkan proses berfikir ini akan menekan tingkat penggunaan perasaan emosional saat itu.

Karena seperti yang kita tau, orang yang marah, perasaan lebih berperan besar ketimbang logikanya.

3. Perjelas masalah dari pihak orang tua

Hati adem, logika jalan, maka komunikasi akan mudah terjalin. Letak masalah akan kelihatan.

Jadi, mintalah penjelasan terlebih dahulu dari pihak orang tuanya. Tujuannya agar mudah mengklarifikasi, dan mengantisipasi orang tua murid tersebut membuat alibi tambahan untuk menyalahkan pihak sekolah.

Karena gini, orang marah kadang logikanya gak jalan, sehingga asal marah saja. Nah ketika dia menyadari kesalahan sendiri, bisa jadi dia membuat alibi lanjutan.

Nah ini yang perlu kita persiapkan.

Jadi kita biarkan saja orang tua murid menjelaskan dari versi beliau.

Seperti masalah kami kemarin di sekolah, si bapak gak terima karena anaknya dipukul hingga keluar darah di hidung.

Kemudian saya tanya anaknya, si Ani, juga sama bilang begitu.

Lalu saya minta perjelas lagi, dengan minta si Ani mencontohkan gimana si Ayat mukulnya.

(Si anak memeragakan, bahwa si Ayat mukul seperti orang ninju).

4. Perjelas dari pihak anak terduga pembuat masalah

Setelah pihak orang tua dan anaknya selesai mengeluarkan unek-unek dan menjelaskan masalah dari versi mereka, nah barulah kita minta penjelasan dari pihak si anak yang terduga melakukan kesalahan. Dalam kasus ini si Ayat.

Dengan urutan seperti ini, nantinya akan terlihat jelas benang merahnya.

Seperti masalah kami di atas, ceritanya si Ayat sedang berlari main-main di depan kelas. Memang dia yang membuat si Ani jatuh, namun sebenarnya dia tidak memukulnya. Tetapi tanpa sengaja terkena lututnya.

5. Klarifikasi

Nah jika sudah melewati langkah di atas, baik saya orang tua murid bahkan si anak anak melihat sendiri benang merahnya. Kita tinggal klarifikasi si anak yang merasa dianiyaya.

Dalam hal ini si Ani, saya tanya ulang. Benarkan cerita si Ayat? Jadi mana yang benar? Apakah dipukul atau kena dengkul?

Nah benar saja, jawaban si Ani berubah. Katanya kena dengkul, trus pernyataannya dia berubah lagi, bahwa dia tidak melihat betul kejadiannya.

#Kasus ditutup...#*!?

Sudah jelas bukan titik masalahnya?

Contoh kasus di atas, memang Ayat salah. Namun si Ani juga salah. Karena laporan yang disampaikan ke orang tuanya tidak benar.

Jika sampai bagian ini orang tua murid bakal skak mat. Gak bisa lagi nyalahkan si Ayat.

6. Evaluasi

Bagian akhir ini sangat penting melakukan evaluasi.

Sebagai pelajaran buat orang tua yang marah-marah agar tidak sembarang percaya meski anak sendiri. Karena kami pihak sekolah tidak hanya satu dua kali nemui masalah seperti ini.

Anak-anak yang ceritakan masalahnya kepada orang tua di rumah, berbeda dengan kejadian sebenarnya. Akhirnya orang tua marah-marah tanpa menyelidiki terlebih dahulu.

Jika sudah begitu, yang dirugikan bisa jadi seperti Ayat, akan dpukul. Kan tidak adil, jika dipukul sama orang lebih tua.

Iya kalau masalah selesai, jika orang tua Ayat tidak terima, dan melaporkan ke polisi gimana? Kan gak selesai-selesai.

Nah hal seperti itu, meski kita sampaikan dan sadarkan ke orang tua serta anaknya.

Selain itu, hal ini juga mesti disadari pihak sekolah dan tidak malu mengakui kepada orang tua murid, untuk memperbaiki diri.

7. Bermaafan

Sebelum berpisah, jangan sampai pergi tanpa bermaafan ya 😊

Karena hubungan baik antar semua warga sekolah harus terjalin, dibangun dan dijaga.

Diharapkan jangan sampai menjadi masalah dan dendam di luar sekolah dikemudian hari hehe..

Penutup

Demikian yang bisa sampaikan 7 langkah menghadapi orang tua marah-marah. Jika memahami strategist-nya, alur penyelesaian masalah akan terasa lebih mudah. Semoga ada manfaatnya.

Taufik Junaidie
Taufik Junaidie Kepala Sekolah, Finalis 5 besar SRB 2022, Certified Teacher, Google Certified Educator Lev. 2, Juara 1 Vidio Animasi se Kalsel, and Blogger
2 komentar
  1. Bagaimana kalau ini kasusnya di kelas Tk A. Kebetulan anak saya badannya paling besar di kelasnya. Usia saat itu masih 4 th. Otomatis motorik halus ddia belum terbentuk sempurna. Namanya anak yang belum pernah sekolah sebelumnya, dia harus belajar berbagi mainan. Nah saat rebutan mainan anak saya mendorong temannya. Akibatnya anak tsb jatuh dan nangis. Ortunya ga terima. Sekali lagi, karena badan anak saya paling besar. Pdhal kalau diungkit anak saya pun pernah mengalami itu. Bahkan sampe terluka. Lanjut lagi... Akibat hal ituu. Muncul isu2 ga baik soal anak saya. Bahkan saat anak saya sudah mengalami perubahan signifikan (lebih sabar, lebih mau mendengar gurunya) para wali murid lain ga mau terima itu.
    Anak saya yg sekedar memegang temannya aja udah dibilang menyakiti. Anak saya dianggap aneh dan berbahaya oleh teman teman dan wali murid lain. Mereka mengganggap anak saya berkebutuhan khusus dan berbahaya. Akhirnya saya putuskan memakai psikolog anak utk melakukan assesment. Dan hasilnya anaknya normal. Namun tetap mereka ga mau terima. Bahkan pihak guru dan yayasan ditekan oleh mereka. Bagaimana menghadapi mereka ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang pertama kita tetap sabar dan tenang menghadapi orang tua. Perasaan mereka adalah hal wajar, karena sebagai orang tua adalah sifat alamiah menjga dan melindungi anaknya. Oleh karena itu, kita perlu bangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan mereka. Sembari juga memberi pengawasan kepada anak, dan memberi penjelasan kepada anak kita tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan kepada teman-temannya. Insya Allah, komunikasi dan hubungan yang baik dibangun antar sesama orang tua, akan membuka solusi setiap permasalahan.

      Hapus