System

5 Cara Terbaik Menjelaskan Konsep Matematika Sehingga Semua Peserta Didik Mendapatkan Nilai 10

Taufik Junaidie Taufik Junaidie 5 min read

Seperti yang kita tahu bersama, mentransfer konsep pengetahuan tidak secepat mentransfer uang di ATM yang hanya hitungan detik.

Buktinya, materi yang kita anggap sangat mudah sekalipun, ternyata masih sulit dipahami oleh sebagian peserta didik.

Sedangkan untuk memperdalam materi, mau tidak mau peserta didik mesti paham terlebih dahulu konsep pelajaran yang akan didalami.

Misalkan kita ingin anak-anak paham memecahkan soal-soal pecahan, tentu mereka mesti paham terlebih dahulu, apa sih konsep pecahan itu?

Nah sayangnya nih, kita sering terjebak dalam sudut pandang yang salah. Bahwa konsep yang sangat sederhana dan mudah, anak-anak mudah juga memahami.

Itu salah besar.

Hal ini yang saya alami lagi beberapa waktu yang lalu.

Saya sudah menjelaskan konsep membandingkan pecahan pada pertemuan sebelumnya. Bedanya kali ini, membandingkan pecahan tanpa bantuan gambar.

Ternyata, beberapa pertemuan yang lalu tidaklah cukup.

Ketika saya tanya, lebih banyak mana antara pecahan 1/2 dan 1/3? Jawaban mereka tidak seragam.

Bahkan nih saya jelaskan sedikit dengan membantu mengingat pelajaran yang lalu...

...hasilnya masih saja. Jawaban mereka masih beragam. Ada yang jawab 1/2 ada yang 1/3.

Awalnya saya berpikir seperti sebelumnya, "Ahh ini hal biasa...Maklum anak-anak, tidak semuanya bisa bener-bener memahami". Karena saya pikir hal tersebut dipengaruhi:

  • Tingkat pemahaman
  • Daya serap
  • Minat mereka

Lalu saya ulang lagi penjelasan, sambil saya ingat-ingat apa yang kurang dari penjelasan saya.

Dan bener saja, ahirnya saya menemukan letak masalahnya.

Bahkan hasilnya tak terduga, semua peserta didik bisa menjawab soal dengan benar dan mendapat nilai 10 semua.

Dari situ saya mendapati beberapa kesimpulan, yang mesti dijadikan prinsip setiap kali mengajarkan mata pelajaran apa pun, terkhusus matematika, meskipun materi yang mudah sekalipun.

Lalu apa saja ke 5 cara tersebut? Berikut selengkapnya. [Baca sampai habis ya, biar tak gagal paham]

1. Hadirkan contoh kongkrit

Contoh kongkrit terbaik adalah media yang bisa mereka lihat dan rasakan. Bukan hanya bisa mereka bayangkan.

Kenapa harus dengan contoh kongkrit? Karena otak akan lebih cepat memproses apa yang dilihat, ketimbang apa yang didengar dan hanya dibayangkan.

Maksudnya kita perlu hadirkan benda-benda yang berkaitan dengan materi. Kalaupun tidak bisa kita hadirkan, bisa kita cari benda pengganti yang bisa mereka asosiakan.

Misalkan pelajaran pecahan, maka kita hadirkan potongan pecahan. Kalau keterbatasan media, bisa kita hadirkan selembar kertas lalu kita potong-potong sesuai pecahan.

Hasilnya, sebelumnya mereka kurang antusias, kelihatan perubahan di wajah mereka.

Oh ya contoh kongkrit kita bisa hadirkan Benda-benda yang ada si sekitar. Bahkan sebatang ranting pun semestinya bisa kita gunakan.

Contoh kongkrit tidak hanya berupa media yang ditampilkan ya. Berikan juga contoh konkrit menjawab soal.

Karena ada beberapa anak, akan bener-bener paham dengan melihat contoh pertanyaan beserta jawaban.

2. Libatkan mereka

Cara terbaik membuat mereka cepat memahami adalah dengan melibatkan mereka.

Dengan cara ini, rentan tingkat pemahaman bisa mencapai antara 40 - 100 %.

Caranya mudah saja. Bisa kita hadirkan berbagai media. Atau bentuk kerja kelompok.

Yang paling simpel, ajak beberapa anak maju ke depan kelas. Saya lebih suka cara ini, karena membantu mereka:

  • Melatih percaya diri
  • Lebih berinteraksi
  • Lebih fokus
  • Menarik perhatian teman-teman yang lain

Dengan cara tersebut, pembelajaran kemarin membantu beberapa anak yang sulit konsentrasi, akhirnya lebih memperhatikan.

Mungkin beberapa kasus, anak-anak sulit diajak maju ke depan kelas. Oleh karena itu, jadikan setiap momen maju ke depan kelas adalah momen yang membuat mereka senang.

Bukan momen "membunuh" mereka.

Yakinkan mereka:

  • Anda tidak "membunuh" dan "menelanjangi" mereka
  • Akan ada sesuatu yang lucu setiap mereka tampil ke depan, karena hal ini bisa membuat anak-anak lain juga ingin dibuat senang oleh guru dan teman-temannya

3. Diulang-ulang

Menanamkan pemahaman suatu konsep pelajaran tidak bisa hanya sekali pertemuan. Makanya dibuat beberapa kali pertemuan bukan?

Selain tidak bisa kita selesaikan dalam sekali pertemuan, hal tersebut bertujuan agar bisa mengulang-ulang materi sehingga benar-benar paham.

Namun saya tidak ingin membahas hal tersebut. Yang ingin saya sampaikan, setiap pertemuan adalah kesempatan mengulang-ulang kembali, memantik naluri pelajaran yang telah lalu.

Oleh karena itu, kesempatan tersebut kaitkan dengan pertemuan yang lalu dengan cara:

  • Pancing dengan pertanyaan berkaitan dengan materi yang lalu
  • Pancing pertanyaan menggali pengetahuan, jika konsep baru, seperti "Apakah kalian pernah dengar pecahan?"
  • Bantu ulangi jelaskan

Kenapa harus ada pengulangan-pengulangan? Karena sudah kodratnya manusia tempatnya lupa.

Jadi jangan marah kalau anak-anak sudah dijelaskan masih saja lupa ya. ^_^

Setelah saya ulang dengan pertanyaan pancingan, biasa mereka lebih cepat merespon. Mereka lebih cepat ingat kembali. Kembali sadar akan kesalahan mereka.

4. Kaitkan dengan kehidupan sehari-hari

Cara selanjutnya adalah kaitkan konsep pelajaran yang disampaikan dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Kasus saya di atas tentang konsep pecahan. Mari kita ajukan pertanyaan, kejadian/ kebiasaan apa yang bisa dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari mereka?

Misalkan membagi sepotong roti dengan adiknya.

Dengan mengaitkan kehidupan sehari hari akan mempermudah konsep pelajaran masuk ke dalam pikiran mereka.

Seperti kata pakar NLP (Neuro Linguistic Programming), informasi yang baru jika ditambah informasi yang sudah ada dipikiran mereka, informasi itu akan lebih mudah masuk ke dalam pikiran.

Apa informasi barunya? Konsep pecahan.

Apa informasi yang sudah ada di pikiran mereka? Berbagi roti dengan adik.

Dengan cara ini, anak-anak akan lebih tertarik mendengarkan dan membayangkan. Bahkan bisa kita pandu hanya dengan kata-kata, namun perlu ditambah kata-kata trance, seperti:

  • Bayangkan
  • Pernah melihat?
  • Pernah mendengar?
  • Pernah merasa?

Sehingga kata-kata kita bisa lebih kebayang dan dirasakan oleh mereka.

Jadi begitu ya, jangan lupa kita kaitkan pelajaran dengan keseharian mereka.

Terkadang tidak perlu bertanya langsung keseharian mereka apa saja untuk mengetahuinya. Anda bisa bertanya kepada diri sendiri. Misalkan: Makanan apa yang bisa dihubungkan dengan pecahan? Kejadian lucu apa ya yang bisa dikaitkan?

5. Perjelas penyampaian kalimat

Ada bagian yang membuat saya malu saat sesi tersebut. Ketika sudah saya jelaskan beberapa kali dengan beberapa tahap di atas. Dan sangat mantap bertanya lagi dengan penuh keyakinan mereka pasti akan me jawab seragam.

Ehhhh...ternyata kok beberapa anak masih tidak seragam jawabannya.

Perasaan saya hampir mau jengkel nih, bayangkan saja gimana rasanya.

Saya coba evaluasi lagi, apa yang salah...

  • Hadirkan contoh kongkrit ✓ sudah
  • Libatkan mereka ✓ sudah
  • Diulang-ulang penjelasannya ✓ sudah
  • Mengaitkan konsep dengan kehidupan sehari-hari mereka ✓ juga sudah

"Apa yang salah?", pikir saya.

Waktu itu saya memberi pancing pertanyaan.

"Coba sebutkan pecahan mana yang lebih banyak?".

"Ooohhh iya", kata saya. Pantes saja.

Anda juga menyadarinya?

Pantas saja di antara mereka masih ada yang menjawab 1/3. Tentu mereka akan menjawab 1/3, karena mereka fokus ke kata "banyak". Anda juga sudah ngeh?

Haha.... Nah itu dia, sepele saja.

Lalu saya coba ulang lagi dari awal dengan menghadirkan benda kongkrit berupa selembar kertas, meminta beberapa anak maju ke depan dan di bagi 2 kelompok.

Kelompok pertama 2 orang, kelompok kedua 3 orang.

Setiap kelompok mendapatkan 1 lembar kertas sama besar. Kemudian kelompok pertama kertas tersebut dipotong 2 sedangkan kelompok kedua kertasnya dipotong 3 sama besar.

Kertas ini diasosiasikan sebagai roti.

Setelah itu saya rubah kalimat pertanyaannya.

"Roti mana yang potongannya lebih besar setiap orang?"

Dan bener saja, akhirnya mereka menjawab dengan seragam semua, yaitu 1/2.

Kejadian tersebut semakin mengingatkan saya untuk teliti dan berhati-hati dalam menggunakan kalimat.

Karena ini satu-satu nya cara agar mereka tidak tersesat. Salah pertanyaan salah jawabannya.

Jadi jika suatu saat peserta didik masih menjawab pertanyaan yang beragam, coba perhatkan lagi kalimat pertanyaan dan pernyataan kita. Siapa tau ada kalimat yang tanpa sadar kurang pas kita sampaikan.

Kalimat yang salah, akan membuat mereka memiliki pemahamanan yang salah.

Penutup

Demikian 5 cara terbaik menjelaskan konsep matematika agar semua peserta didik mendapatkan nilai 10 versi saya sendiri. Jika ada cara selain di atas, saya sangat senang sekali jika anda maun menambahkan di kolom komentar.

Taufik Junaidie
Taufik Junaidie Kepala Sekolah, Finalis 5 besar SRB 2022, Certified Teacher, Google Certified Educator Lev. 2, Juara 1 Vidio Animasi se Kalsel, and Blogger
Komentar