Bedah Covid-19
Covid-19 sudah melanda dunia hampir 2 tahun ini. Meski begitu, banyak pro kontra tentang kebenaran penyakit tersebut. Ada yang percaya, ada yang tidak. Bahkan sampai ada menolak menggunakan vaksin.
Kalau saya sih termasuk golongan percaya penyakit tersebut memang ada, tetapi saya meyakini tidak membahyakan dan mematikan.
Itu dahulu...
Saya terlalu meremehkan. Saya beranggapan, kasus meninggal karena covid adalah karena orang itu pasti memiliki penyakit bawaan yang berat.
Tetapi kepercayaan itu berubah setelah saya terpapar covid-19 sekitar akhir Juli 2021 yang lalu. Hal tersebut di luar ekpektasi saya sebelumnya. Dimana saya mengira jika terkena penyakit ini tidak akan membuat saya menderita. Karena sementara ini saya tidak ada penyakit berat yang diderita seperti jantung, asma, obesitas, tekanan darah tinggi, dan lain-lain.
Setelah melalui kondisi lumayan berat, rasanya saya harus berbagi cerita. Seperti halnya Deddy Corbizier di podcastnya, berbagi cerita setelah keluar dari masa-masa beratnya menghadapi Covid-19.
Ada pelajaran yang sama dengan beliau, yang bisa saya ambil dari pengalaman ini. Jangan meremehkan penyakit apa pun. Karena kita tidak tahu kondisi kita apakah bisa melewatinya atau tidak. Penyakit yang tidak berbahaya, bisa jadi sangat berbahaya.
Seperti yang saya alami, awalnya saya mengira hanyalah kambuh tipes. Karena tanda-tanda yang saya alami sangat mirip. Dimana badan panas, meriang, badan rasanya sakit, tidur gak karuan, dan penciuman saya saat itu masih bagus. Ini persis sekali yang saya rasakan jika tipes kumat.
Setelah beberapa hari mengalami hal tersebut, kondisi badan saya membaik. Waktu itu tanggal 31 Juli.
Kecurigaan mulai muncul, ketika istri saya mendapatkan gejala yang sama pada tanggal tersebut. Nah dia tuh merasa kedinginan, meriang, dan badan panas. Awalnya saya masih berpikir dia tuh sakit biasa. Karena beberapa minggu terakhir sibuk pekerjaan kantor, siang dan malam.
Sempat kami periksakan ke dokter, dan mendapat obat-obatan. Dokter pun hanya memberikan resep obat biasa.
Kemudian kami baru tersadar hilang penciuman tanggal 2 Agustus. Ketika itu, istri saya merasa tidak mencium apa pun. Kemudian tanya kepada saya. Dan lucunya, saya baru menyadari, ternyata saya juga tidak mencium apa pun.
Kami putuskan tes swab di sore harinya. Benar saja, hasilnya istri dan anak saya yang umur 9 tahun positif, sedangkan saya reaktif karena garis keduanya tidak jelas. Tetap saja saya berasumsi copid, karena memang tidak mencium bau.
Kemudian kami lapor ke bidan puskesmas melalui telpon. Kebetulan ada tetangga saya yang bekerja di sana. Lalu beliau membantu mengarahkan ke petugas yang mengurusi covid.
Kami menyampaikan kondisi dan data kami, obat apa saja yang sudah diminum, kemudian dibuatkan resep oleh dokter. Lalu besok harinya kami diminta mengambil obat ke puskesmas, yang mana saat itu diwakilkan abah saya.
Singkat cerita, setelah 10 hari isoman (isolasi mandiri), kami lakukan tes swab lagi, alhamdulillah hasilnya negatif.
Tapi sayangnya, saya masih batuk. Batuk ini lama gak sembuh-sembuh. Bahkan sudah lebih 20 hari.
Sampai saat itupun saya masih berpikir baik-baik saja. Saya berpikir ini batuk biasa.
Ada kejadian yang membuat saya berpikir ulang, dimana hari saya mendapat kabar, bahwa teman saya meninggal dunia karena covid. Yang mengagetkan saya tuh, dia tuh hanya mengalami batuk biasa.
Whatsss????
Hal tersebut menaikkan beberapa baris perubahan pandangan saya terhadap covid. Benarkah sebegitunya covid, dengan tanda-tanda batuk biasa bisa membuat meninggal. Tetapi di pikiran saya waktu itu, mungkin teman saya tersebut meninggal karena ada penyakit bawaan.
Otak saya masih mempercayai, bahwa ada penyakit bawaan yang tidak kita ketahui. Atau penanganan dokter yang kurang baik, pemberian obat yang kurang tepat saat di RS. Karena saya masih percaya dengan kata-kata dr. Louis. Bahwa selama ini, pasien meninggal covid 19 karena salah pemberian obat.
Hingga akhirnya saya tanpa sengaja menonton podcast Deddy Corbuzier. Kalau gak salah hari Senin tanggal 23 Agustus. Itu vidio pertama beliau kembali ke chanel youtubenya. Yang mana beberapa minggu menghilang, ternyata karena terkena covid-19.
Yang saya dapatkan dari podcast tersebut...
...meskipun beliau itu olahragawan, kondisi sehat, darah sehat, zinc bagus, tekanan bagus, gula darah bagus, tetap saja bisa drop kena covid 19. Dan yang bikin ngeri, beliau masuk ke fase badai sitokin (kondisi kritis antara hidup dan mati). Dimana kondisi saat itu, beliau panas demam, badan sakit. (lha ini kok mirip kondisi yang saya alami saat akhir Juli, meskipun tidak masuk fase badai sitokin). Bahkan katanya, beliau sampai tendang-tendang ranjang RS. Nah sayapun begitu, rasanya tidak tenang, kaki ini gesek gesek lantai terus (tapi gak sampai tendang dinding sih).
Yang membuat pikiran saya terbuka adalah, penjelasan dokter bahwa om Deddy justru sangat terbantu oleh karena banyak berolahraga. Karena olaragawan itu paru-parunya kapasitas besar. Padahal waktu itu tingkat respirasi paru-parunya sudah mencapai 60%. Saya kurang memahami betul bahasa dokter yang ini. Ralat nanti saya.
Tapi yang saya tangkap, maksudnya kemampuan paru-paru bisa menyerap O2 dari nafas yang masuk. Karena covid itu membuat dada sesak.
Saya terpikir kondisi saya saat itu setelah negatif covid, tetapi masih batuk dan nafas masih sesak. Saat menarik nafas seperti ada mengganjal di dada. Rasanya tuh seperti tidak penuh udara yang masuk ke paru-paru.
Nah, saya jadi teringat kejadian teman saya yang meninggal karena batuk. Bisa jadi paru-parunya tidak bisa menyerap oksigen dengan baik.
Ini tuh bikin saya sedikit cemas. jangan-jangan saya bahaya nih.
Setelah itu saya jadi rajin minum vitamin 3 kali sehari. Yang mana sebelumnya saya hanya minum obat batuk biasa yang sirup, dan juga obat dari cacing.
Kenapa saya minum obat dari cacing? karena saat badan saya drop, setelah minum obat tersebut sangat berdampak cepat menurunkan panas dan meriang, dan ini obat yang saya makan jika kambuh tipes. Obat ini juga bermanaat bagi penderita asma.
Nah ajaibnya, hanya beberapa hari minum vitamin, Alhamdulillah ada perubahan. Batuk saya langsung reda. Progresnya terasa banget cepat. Bahkanhari Kamisnya tanggal 26 sudah bisa turun ke sekolah untuk bekerja.
Meskipun sampai sekarang, terkadang ada batuk, tapi dada saya tidak ada yang mengganjal lagi.
Alhamdulillah.
Jadi rangkaian kejadian yang saya lewati, sungguh membuat saya berpikir ulang tentang covid 19 ini. Agar lebih berhati hati.
Penutup
Demikian cerita saya tentang covid-19. Semoga dengan kejadian ini bisa menjadi hikmah bagi banyak orang. Agar lebih berhati-hati, selalu menerapkan protokol kesehatan, rajin minum vitamin, dan rajin berolahraga.