System

Studi Kasus PIOS45MTM #2 - Evaluasi selama 1 Tahun

Taufik Junaidie Taufik Junaidie 10 min read

Selamat berjumpa kembali di Studi Kasus PIOS45MTM (Penerapan Istirahat Otak Setiap 45 Menit Tatap Muka) bagian #2. Judulnya di postingan saya kali ini sengaja saya singkat, karena terlalu panjang. Selain itu agar mudah mengingat nama studi kasus ini.

Studi kasus ini genap 1 tahun saya terapkan di kelas saya di kelas 5. Semenjak sekitar awal semester pertama 2017/2018.

Dalam kesempatan ini saya ingin menulis evaluasi studi kasus penerapan istirahat otak setiap 45 menit tatap muka. Pengalaman 1 tahun ini ingin saya ulas secara ringan. Apa saja dan bagaimana ulasannya? Berikut selengkapnya.

1. Perbandingan nilai

Mengawali evaluasi studi kasus ini saya mulai dari hasil belajar mereka. Saya mengukurnya simple saja supaya mudah saja, yaitu dengan ngambil nilai asli rata-rata akhir kenaikan kelas per mata pelajaran.

Oh ya, nilai tersebut tanpa ada nilai tambahan apa pun dari saya, sebagaimana yang biasa guru kelas lakukan mendongkrak nilai secara merata untuk dimasukkan ke rapot.

Nilai kali ini, nilai asli mereka yang merupakan arsip pribadi saya.

Back to topic...

Hasil perbandingan tersebut ada 2 kabar, yaitu kabar baik dan buruk. Namun saya akan mulai dari kabar buruknya saja dulu.

Jika melihat Perbandingan nilai rata-rata kelas per mata pelajaran ntuk semester 2 TA. 2016/2017 dengan semester 2 TA. 2017/2018 nilai rata-rata mengalami penurunan. Hanya 2 mata pelajaran yang nilainya meningkat di TA. 2017/2018. Grafiknya bisa Anda lihat seperti gambar di bawah ini.

Noted: nilai semester 2 TA. 2016/2017 adalah nilai dari kelas 5 yang saya ampu di tahun sebelumnya. Jadi beda pesert didik.

Nilai rata-rata kelas per mata pelajaran semester 2 TA. 2016/2017 dengan semester 2 TA. 2017/2018 (tidak menerapkan studi kasus vs menerapkan studi kasus istirahat otak setiap 45 menit belajar)

Selanjutnya kita menuju kabar baiknya.

Untuk perbandingan nilai rata-rata kelas per mata pelajaran semester 1 dan 2 TA. 2017/2018 mengalami peningkatan sedikit lebih baik, karena ada 5 mata pelajaran grafiknya meningkat.

Grafiknya bisa Anda lihat seperti gambar di bawah ini.

Nilai rata-rata kelas per mata pelajaran semester 1 & 2 TA. 2017/2018 (menerapkan studi kasus istirahat otak setiap 45 menit belajar)

Jadi kesimpulannya hasil belajar tahun ini (menerapkan studi kasus istirahat otak setiap 45 menit belajar) lebih buruk dari hasil belajar kelas yang saya ajar di tahun sebelumnya (tanpa menerapkan studi kasus istirahat otak setiap 45 menit belajar).

Namun untuk hasil belajar semester 1 dan 2 (menerapkan studi kasus istirahat otak setiap 45 menit belajar) mengalami hasil yang baik (peningkatan).

2. Kedisiplinan

Selanjutnya saya akan membahas dari segi kedisiplinan. Karena point ini menurut saya sangat penting dalam pendidikan.

Menurut survey saya, kedisiplinan kelas 5 tahun ini lebih baik di banding kelas yang saya ajarkan sebelumnya. Sangat terlihat sekali perbedaannya.

Berikut beberapa point kedisiplinan yang bisa saya paparkan.

Tepat Waktu

Indikator kedisiplinan yang menjadi pandangan saya adalah dari ketepatan waktu berhadir di sekolah.

Dalam hal ini, kehadiran mereka di sekolah lebih tepat waktu. Meskipun masih ada siswi yang tingkat ketidakkehadirannya sangat tinggi.

Hal tersebut karena latar belakang sosial, ekonomi dan keluarga anak sendiri itu sendiri. Namun secara keseluruhan kehadiran sangat bagus. Mereka hadir sebelum saya hadir.

Dibandingkan kelas yang saya ajarkan di tahun-tahun sebelumnya, tingkat ketepatan waktu sedikit lebih baik.

Kelas autopilot

Mungkin Anda sedikit bingung dan baru dengar istilah kelas autopilot.

Jadi gini...

....istilah ini, saya membayangkan seorang pilot yang lagi megudara, kemudian pilot tersebut ingin mengubah kemudi manual menjadi otomatis. Nah pilot tersebut menekan tombol autopilot.

Pernah dengar?

Jadi kelas autopilot mirip dengan deskripsi di atas.

Asal mulanya begini..

Jadi tahun ini saya lumayan kesulitan bisa berhadir sebelum jam 7.30 daripada tahun- tahun lalu. Karena anak saya Andra TK kelas nol kecil. Tau sendirikan anak-anak masih diajarkan konsep waktu. Gak bisa dipaksakan. Jadi Andra kadang turun agak siangan.

Nah saya yang bertugas ngantar pagi. Sedangkan ibunya yang jemput. Hal ini otomatis membuat saya sering tiba di sekolah juga agak siangan sekitar jam 8.

Sedangkan kelas saya saya buat sesi pembiasaan masuk kelas mulai jam 7.30 hingga jam 8. Apa saja?

  • Berdoa
  • Membaca beberapa surah pendek (Jus Amma)
  • Membaca dan menghapal perkalian

Lalu bagaimana mendampingi mereka? Apakah mereka lalai? Gak ngerjakan pembiasaan?

Oh ternyata tahun ini sangat beda dari tahun yang lalu. Bayangkan saja, biasanya kalau saya terlambat, anak-anak lihat dari jauh pada berlarian masuk kelas. Ada yang duduk-duduk di pintu. Ada yang santai makan jajanan.

Nah beda tahun ini...

...pas saya tiba di sekolah, kelas terlihat tertutup, sepatu tersusun rapi di rak depan kelas, teras rapi dan bersih.

Dari luar udah terdengar suara mereka yang sama-sama baca jus amma atau perkalian. Kemudian ketika membuka pintu kelas, terlihat mereka duduk rapi.

Meski begitu saya tidak menyimpulkan karena waktu 4 kali istirahat ini. Tetapi saya merasa sedikit banyaknya tehnik 4 kali istirahat ini sangat mempengaruhi kedisiplinan anak didik.

Terlepas hal tersebut, memang sering saya lakukan brifing untuk mengarahkan pembiasaan, apa yang mesti dilakukan, dan apa yang jangan dilakukan. Dan itu sering diingatkan setiap harinya.

Jujur saja, saya tipe sedikit tegas. Sehingga sedikit banyaknya bisa mempengaruhi dan mengontrol sikap mereka.

Meski terkadang biasa saya marahi. Etss... marahnya masih kadar baik ya, dan hanya untuk permasalahan sikap anak yang kurang berkenan. Namun untuk masalah nilai rendah saya tidak pernah marahi.

Rupanya, hal itu mungkin yang menjadi membuat mereka rindu dengan saya. Ini buktinya, hehe...

Aduh jadi baper lagi baca tulisan mereka 😭.

Translate: sarik-sarik=marah-marah; pian=Anda (panggilan halus kepada orang lebih tua).

3. Keriangan

Hal yang selalu menjadi perhatian saya kepada anak-anak adalah bagaimana tingkat keriangan mereka saat berada di sekolah.

Keriangan menurut saya adalah salah satu indikator anak senang/ bahagia berada di sekolah.

Tetapi jika anak sering terlihat murung, malas, lesu, berarti ada sesuatu yang membuatnya tidak bahagia. Hal ini tentu akan berpengaruh proses dan belajar.

Saya merasakan, dengan sistem istirahatkan otak setiap 45 menit tatap muka ini, membuat anak tidak terlalu stress di dalam kelas. Terutama anak-anak yang nilai akademisnya rendah. Anak-anak kelompok ini rata-rata laki-laki dan minat mereka biasanya suka main bola.

Mereka terlihat bersemangat di kelas. Tidak lagi gelisah karena menunggu pelajaran yang terasa lama baru berakhir. Waktu belajar yang pendek dan jumlah istirahat lebih banyak, membuat mereka lebih banyak kesempatan bermain, sehingga hobi mereka juga tersalurkan.

4. Kreasi

Tahun ini anak-anak sedikit berbeda dari segi kreasi. Mereka lebih banyak berkreasi dan berani mencoba. Bahkan beberapa kreasi di luar dugaan saya.

Beberapa hasil kreasi mereka:

  1. Membuat kejutan foto lukisan saya
  2. Membuat gambar-gambar kreasi
  3. Membuat kerajinan tangan tempat surat
  4. Membuat acara pameran kue
Pameran kue anak-anak kelas 5


Karya mereka tidak sempat terdokumentasi semua. Meski begitu, beberapa foto di atas saya rasa sudah bisa mewakili kreativitas, nilai, rasa, dan hubungan antara guru dan anak didik.

5. Hubungan

Saya percaya, belajar yang baik adalah bagaimana menciptakan hubungan atau chemistri yang baik. Jika tidak tercipta chemistri antara murid dan guru, maka akan berimbas ke pelajaran juga bukan?

Benci guru = benci pelajaran. Itu rumusnya.

Nah tahun ini saya merasa chemistri kami tercipta dengan baik. Emosional dan dramaticnya dapat. Wihhh..kaya film.

Indikatornya seperti, mereka pengennya saya lagi jadi wali kelas mereka. Bahkan mereka sempat bicara langsung meminta saya. Yah gitu-gitu lah....



Saya yakin tidak semua wali kelasnya diminta lagi oleh peserta didiknya untuk mengajar di kelas selanjutnya. Jika sampai seperti itu, artinya ada ikatan emosional antar guru dan murid bukan? 😊😉

6. Kerajinan

Secara keseluruhan, saya merasakan kerajinan anak-anak lebih baik.

Kerajinan yang bisa saya deskripsikan misalnya, mereka lebih memperhatikan menjaga kebersihan kelas, rajin mengerjakan tugas sekolah, dan lain-lain

7. Catatan

Saya percaya apapun yang dilakukan tidak akan sempurna, dan tidak lepas dari cela. Seperti istilah, tak ada gading yang tak retak.

Jadi ada beberapa catatan di luar paparan di atas. Berikut selengkapnya.

Awal-awal sulit move on jadwal lama

Jadi bukan mantan saja sulit move on, ternyata awal-awal sistem ini saya terapkan, anak-anak masih sulit move on dari jadwal yang lama.

Mereka masih terbawa pikiran semakin banyak jam belajar semakin pinter. Sehingga perubahan besar sistem saya, sedikit membuat mereka ragu. Namun saya berusaha meyakinkan mereka, dengan memberi pandangan terhadap Negara Finlandia. Alhamdulillah mereka bisa nerima.

Satu anak berhenti sekolah

Satu hal yang membuat saya merasa gagal tahun ajaran kemarin adalah, ada satu anak yang berhenti sekolah. Entah karena sistem nya masih mengalami kekurangan, atau gaya mengajar saya yang kurang berkenan.

Namun jika saya harus menganalisis, sebenarnya hal tersebut karena faktor internal anak tersebut. Diantaranya:

  1. Kemampuan memahami pelajaran sangat rendah.
  2. Bekerja sore sampai malam, sehingga sering tidak masuk sekolah, karena mengantuk dan kecapean.
  3. Sering bermasalah dengan temannya sejak kelas rendah.
  4. Sering bermasalah dengan ibunya saat di rumah.

Bagaimana jika diterapkan di kelas lain?

Muncul pertanyaan di benak saya, bagaimana hasilnya studi kasus ini jika diterapkan di kelas atau sekolah lain?

Saya tidak bisa menjawab dan menjamin, karena bisa jadi beda kelas/ sekolah beda kemampuan anak.

Seperti halnya memindahkan pohon kurma yang di padang tandus ke daerah pegunungan yang di dingin Jawa Barat.

Meski begitu, saya masih berkeyakinan studi kasus ini akan membawa ke arah yang baik. Karena dasar studi kasus ini berkaca dari negara Finlandia.

8. Kelanjutan

Studi kasus ini sangat menarik bagi saya. Karena saya merasa ada sesuatu yang harus saya gali.

Untuk ke depan saya belum tau. Karena sekolah kami sudah terimbas dengan kurikulum K13.

Jujur saja saya sampai saat ini belum mendapatkan pelatihan kurikulum anyar tersebut. Jadi belum memahami gimana ngatur jadwal dan segala macamnya.

Oleh karena itu perlu mengkaji lagi, menyesuaikan dan menyusun jadwal K13 dengan studi kasus saya ini.

Penutup

Demikian ulasan evaluasi studi kasus yang ke #2 ini. Semoga ke depan saya bisa menyajikan lebih baik dan menemukan hal positif lainnya.

Jika ada masukan silahkan tambahkan di kolom komentar.

Taufik Junaidie
Taufik Junaidie Kepala Sekolah, Finalis 5 besar SRB 2022, Certified Teacher, Google Certified Educator Lev. 2, Juara 1 Vidio Animasi se Kalsel, and Blogger
Komentar